Insurance Deductible Options - Importance Of Understanding Deductible Options Having a sound understanding of deductible options is an essential part of managing personal or business finances. Deductibles are the amount of money you pay out of pocket before insurance coverage starts. It's important to understand how deductibles work and the various options available to you. By choosing the right deductible option, you can manage your finances more effectively and ensure that you're not overpaying for insurance coverage. Furthermore, understanding deductible options can help you make informed decisions about healthcare services, business expenses, and other financial matters. In summary, having a good grasp of deductible options is a fundamental step in achieving financial stability and security. Types Of Deductibles A deductible is a type of expense that an individual or business must pay before receiving in
Sebagai desain pendidikan, kurikulum memiliki posisi strategis yang sangat penting dalam semua aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan manusia, penyusunan kurikulum tidak dapat terlaksana tanpa landasan yang kokoh.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya dibutuhkan oleh pembuat kurikulum atau kurikulum tertulis (sering disebut sebagai kurikulum ideal), tetapi terutama oleh pelaksana kurikulum, yaitu pengawas pendidikan dan guru, dan pihak lain yang berkepentingan harus memahami dan mempertimbangkan. Tugas mengelola pendidikan sebagai alat untuk memandu pelaksanaan program pendidikan di semua tingkatan. Persiapan dan pengembangan kursus tidak bisa dilakukan sesuka hati. Berbagai landasan yang kokoh diperlukan sebagai landasan proses pendidikan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam bidang pendidikan, yaitu banyaknya pengetahuan atau kemampuan yang harus dipelajari atau dikuasai oleh seorang siswa untuk mencapai tingkat tertentu secara formal dan bertanggung jawab.
Pada saat yang sama, menurut kurikulum bahasa Latin yang berarti “jalur”, kurikulum sekolah secara tradisional sudah begitu (seperti jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976:6).
Para ahli mendefinisikan kursus sebagai:
1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah rencana yang dikembangkan untuk memperlancar proses pengajaran di bawah arahan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan dan stafnya”.
2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah rencana untuk memperoleh keluaran yang diharapkan dari pembelajaran.
3. Menurut Harsono (2005), kurikulum adalah filsafat pendidikan yang diekspresikan dalam praktik. Dalam bahasa Latin, course berarti lintasan. Saat ini definisi kurikulum semakin banyak, sehingga pengertian kurikulum tidak hanya filsafat pendidikan, tetapi juga semua program studi yang direncanakan le\mbaga pendidikan.
4. John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) menyebutkan bahwa: ”kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.” Sedangkan dalam Pasal 37 menyebutkan: ”kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekbologi, serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
1. Landasan filosofis
Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan yang berlaku dalam masyarakat, hakikat keindahan dan akal. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan ke sistem pendidikan lainnya.
2. Landasan Sosial Budaya-Keagamaan
Realitas sosial-budaya-agama yang berlaku di masyarakat merupakan bahan kajian bagi pengembangan kurikulum yang menjadi dasar penyusunan kurikulum. Nilai-nilai sosial budaya masyarakat didasarkan pada hasil karya pikiran manusia, sehingga mereka menggunakan pikiran mereka ketika mereka menerima, menyebarkan, melestarikan dan melepaskan orang. Oleh karena itu, jika ada nilai-nilai sosial budaya yang tidak dapat diterima atau bertentangan dengan nalarnya, dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih bersifat sementara daripada nilai-nilai agama. Dalam rangka melaksanakan adopsi, sosialisasi, pelestarian atau penolakan dan pembebasan nilai-nilai sosial budaya-agama, masyarakat menggunakan pendidikan yang direncanakan oleh kurikulum.
3. Landasan Sains, Teknologi, dan Seni
Pendidikan adalah upaya mempersiapkan siswa (peserta didik) untuk menghadapi lingkungan yang berubah dengan kecepatan yang semakin cepat. Pendidikan merupakan upaya mempersiapkan peserta didik terhadap perubahan yang semakin pesat, termasuk perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga pengembangan kurikulum harus berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (iptek)
4. Landasan Kebutuhan masyarakat
Perbedaan antara komunitas terutama disebabkan oleh kualitas individu yang membentuk komunitas. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat sebagian besar juga mempengaruhi individu anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya didasarkan pada keterampilan dasar tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat teknologi modern.
5. Landasan Pengembangan Masyarakat
Ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung pengembangan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat membantu menentukan pembangunan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat menuntut adanya proses pendidikan yang tepat. Untuk menciptakan proses pendidikan yang tanggap terhadap perkembangan masyarakat diperlukan suatu kurikulum berupa kurikulum yang pengembangannya didasarkan pada pengembangan diri masyarakat.
1. Tujuan
Tujuan sebagai bagian dari kurikulum merupakan kekuatan fundamental yang sangat sensitif, karena hasil yang diinginkan dari kurikulum tidak hanya berpengaruh secara signifikan terhadap bentuk kurikulum, tetapi juga memberikan arah dan fokus semua pendidikan program
2. Bahan/Pengalaman Pembelajaran
Tugas khusus kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (bagian kedua dari kurikulum), sehingga tujuan kurikulum yang diinginkan dapat dicapai seefektif dan seefisien mungkin. informasi penting yang diinginkan apalagi dapat disajikan secara efektif.
3. Organisasi
Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan terletak pada organisasi formal sekolah. Jika kurikulum adalah kurikulum, maka isi dan pengalaman belajar memerlukan pengorganisasian sehingga berguna untuk tujuan pembelajaran.
1. Prinsip relevansi
Relevansi artinya kesesuaian antara tujuan kurikulum, isi/pengalaman belajar, organisasi dan komponen penilaian, serta kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kurikulum. tenaga kerja dan anggota masyarakat yang diidealkan.
2. Prinsip Kontinuitas
Prinsip kesinambungan berarti bahwa kesinambungan memerlukan pengembangan kurikulum yang berkelanjutan secara vertikal dan berkelanjutan secara horizontal. Vertikal terus menerus berarti bertingkat atau terhuyung-huyung dalam arti bahwa itu terus menerus antara tingkat. Berkelanjutan secara horizontal, di lain pihak, berarti pengembangan kurikulum pada jenjang dan jenjang/kelas pendidikan yang sama dapat diartikan sebagai pengembangan yang tidak terputus dan holistik.
3. Prinsip Fleksibilitas
Peran kurikulum harus memahami bahwa kurikulum harus mampu beradaptasi dengan keadaan dan kondisi setempat serta perkembangan zaman yang terus berubah, tanpa mengubah tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
4. Evaluasi
Penilaian adalah bagian keempat dari kurikulum, mungkin bagian yang paling tidak penting dari kegiatan tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa (hasil dan proses) dan keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
1. Model Administratif (line-staff)
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin paling dikenal. Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada pendekatan top-down, yang dianggap efektif dalam melaksanakan perubahan, termasuk perubahan kurikulum.
2. Model Grass-Roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model kepemimpinan yang terlihat pada sumber inisiatif dan kerja pengembangan kurikulum. Model dasarnya adalah dari bawah ke atas. Model ini diterapkan pada sistem pendidikan yang kurikulumnya terdesentralisasi atau menawarkan peluang untuk desentralisasi.
3. Model Beauchamp
Dalam pengembangan kurikulum, model Beauchamp memiliki lima bagian penting. Lima tahapan pengambilan keputusan tersebut adalah:
a. Penetapan arena pengembangan kurikulum
b. Seleksi dan pelibatan personel pengembangan kurikulum
c. Organisasi dan tata cara pengembangan kurikulum
d. Pelaksanaan kurikulum
e. Evaluasi kurikulum
4. Model arah terbalik taba (taba’s inverted model)
Sesuai dengan namanya, model pengembanagn kurikulum ini terbalik dari yang lazim dilaksanakan, yakni dari yang biasa yang dilakukan. Model taba, pengembanag kurikulum yang dilaksankana dengan lima langkah:
a. Membuat unit-unit percobaan
b. Menguji unit-unit eksperimen
c. Merevisi dan mengkonsolidasi
d. Mengembangkan jaringan kerja
e. Memasang dan mendeseminasi unit-unit baru
5. Model rogers
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum dari pada rancangan pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang terpilih pembelajaran.
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya dibutuhkan oleh pembuat kurikulum atau kurikulum tertulis (sering disebut sebagai kurikulum ideal), tetapi terutama oleh pelaksana kurikulum, yaitu pengawas pendidikan dan guru, dan pihak lain yang berkepentingan harus memahami dan mempertimbangkan. Tugas mengelola pendidikan sebagai alat untuk memandu pelaksanaan program pendidikan di semua tingkatan. Persiapan dan pengembangan kursus tidak bisa dilakukan sesuka hati. Berbagai landasan yang kokoh diperlukan sebagai landasan proses pendidikan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pendidikan dan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kata kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, curir, yang berarti “pelari”, dan curere, yang berarti “tempat berpacu”. Dari garis start hingga finis, para pelari harus menempuh pendidikan dan kemudian digunakan oleh dunia.Secara terminologi, istilah kurikulum digunakan dalam bidang pendidikan, yaitu banyaknya pengetahuan atau kemampuan yang harus dipelajari atau dikuasai oleh seorang siswa untuk mencapai tingkat tertentu secara formal dan bertanggung jawab.
Pada saat yang sama, menurut kurikulum bahasa Latin yang berarti “jalur”, kurikulum sekolah secara tradisional sudah begitu (seperti jalan) bagi kebanyakan orang (Zais, 1976:6).
Para ahli mendefinisikan kursus sebagai:
1. Menurut Nasution, “Kurikulum adalah rencana yang dikembangkan untuk memperlancar proses pengajaran di bawah arahan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan dan stafnya”.
2. Menurut Grayson (1978), kurikulum adalah rencana untuk memperoleh keluaran yang diharapkan dari pembelajaran.
3. Menurut Harsono (2005), kurikulum adalah filsafat pendidikan yang diekspresikan dalam praktik. Dalam bahasa Latin, course berarti lintasan. Saat ini definisi kurikulum semakin banyak, sehingga pengertian kurikulum tidak hanya filsafat pendidikan, tetapi juga semua program studi yang direncanakan le\mbaga pendidikan.
4. John Dewey 1902;5 kurikulum dapat diartikan sebagai pengajian di sekolah dengan mengambil kira kandungan dari masa lampau hingga masa kini. Pembentukan kurikulum menekankan kepetingn dan keperluan masyarakat.
5. Frank Bobbit 1918, Kurikulum dapat diartikan keseluruhan pengalaman, yang tak terarah dan terarah, terumpu kepada perkembangan kebolehan individu atau satu siri latihan pengalaman langsung secara sedar digunakan oleh sekolah untuk melengkap dan menyempurnakan pendedahannya. Konsep beliau menekankan kepada pemupukan perkembangan individu melalui segala pengalaman termasuk pengalaman yang dirancangkan oleh sekolah.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 1 (9) menyebutkan bahwa: ”kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan serta cara yang digunakan sebagi pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.” Sedangkan dalam Pasal 37 menyebutkan: ”kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuainnya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekbologi, serta kesenian sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.”
Landasan Pengembangan Kurikulum
Kurikulum merupakan proses belajar-mengajar yang dinamis yang harus dievaluasi dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan masyarakat saat ini. Ketika datang ke pengembangan kurikulum, itu adalah proses yang menentukan bagaimana kurikulum dirancang. Agar pengembangan kurikulum dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan, pengembangan kurikulum memerlukan dasar-dasar pengembangan kurikulum. “Yayasan Program dan Pengembangan Kurikulum” adalah salah satu contoh keberadaan yayasan pengembangan kurikulum, yang sering disebut sebagai agen pengembangan kurikulum.1. Landasan filosofis
Landasan filosofis pengembangan kurikulum adalah hakikat realitas, ilmu pengetahuan, sistem nilai, nilai kebaikan yang berlaku dalam masyarakat, hakikat keindahan dan akal. Secara logis dan realistis, landasan filosofis pengembangan kurikulum dari satu sistem pendidikan ke sistem pendidikan lainnya.
2. Landasan Sosial Budaya-Keagamaan
Realitas sosial-budaya-agama yang berlaku di masyarakat merupakan bahan kajian bagi pengembangan kurikulum yang menjadi dasar penyusunan kurikulum. Nilai-nilai sosial budaya masyarakat didasarkan pada hasil karya pikiran manusia, sehingga mereka menggunakan pikiran mereka ketika mereka menerima, menyebarkan, melestarikan dan melepaskan orang. Oleh karena itu, jika ada nilai-nilai sosial budaya yang tidak dapat diterima atau bertentangan dengan nalarnya, dilepaskan. Oleh karena itu, nilai-nilai sosial budaya lebih bersifat sementara daripada nilai-nilai agama. Dalam rangka melaksanakan adopsi, sosialisasi, pelestarian atau penolakan dan pembebasan nilai-nilai sosial budaya-agama, masyarakat menggunakan pendidikan yang direncanakan oleh kurikulum.
3. Landasan Sains, Teknologi, dan Seni
Pendidikan adalah upaya mempersiapkan siswa (peserta didik) untuk menghadapi lingkungan yang berubah dengan kecepatan yang semakin cepat. Pendidikan merupakan upaya mempersiapkan peserta didik terhadap perubahan yang semakin pesat, termasuk perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga pengembangan kurikulum harus berbasis ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (iptek)
4. Landasan Kebutuhan masyarakat
Perbedaan antara komunitas terutama disebabkan oleh kualitas individu yang membentuk komunitas. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat sebagian besar juga mempengaruhi individu anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum yang hanya didasarkan pada keterampilan dasar tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat teknologi modern.
5. Landasan Pengembangan Masyarakat
Ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung pengembangan masyarakat, dan kebutuhan masyarakat membantu menentukan pembangunan yang dilaksanakan. Perkembangan masyarakat menuntut adanya proses pendidikan yang tepat. Untuk menciptakan proses pendidikan yang tanggap terhadap perkembangan masyarakat diperlukan suatu kurikulum berupa kurikulum yang pengembangannya didasarkan pada pengembangan diri masyarakat.
Komponen Pengembangan Kurikulum
Komponen kurikulum terdiri dari:1. Tujuan
Tujuan sebagai bagian dari kurikulum merupakan kekuatan fundamental yang sangat sensitif, karena hasil yang diinginkan dari kurikulum tidak hanya berpengaruh secara signifikan terhadap bentuk kurikulum, tetapi juga memberikan arah dan fokus semua pendidikan program
2. Bahan/Pengalaman Pembelajaran
Tugas khusus kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (bagian kedua dari kurikulum), sehingga tujuan kurikulum yang diinginkan dapat dicapai seefektif dan seefisien mungkin. informasi penting yang diinginkan apalagi dapat disajikan secara efektif.
3. Organisasi
Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan terletak pada organisasi formal sekolah. Jika kurikulum adalah kurikulum, maka isi dan pengalaman belajar memerlukan pengorganisasian sehingga berguna untuk tujuan pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Prinsip-prinsip penyusunan kurikulum adalah sebagai berikut:1. Prinsip relevansi
Relevansi artinya kesesuaian antara tujuan kurikulum, isi/pengalaman belajar, organisasi dan komponen penilaian, serta kesesuaian dengan kebutuhan masyarakat dalam melaksanakan kurikulum. tenaga kerja dan anggota masyarakat yang diidealkan.
2. Prinsip Kontinuitas
Prinsip kesinambungan berarti bahwa kesinambungan memerlukan pengembangan kurikulum yang berkelanjutan secara vertikal dan berkelanjutan secara horizontal. Vertikal terus menerus berarti bertingkat atau terhuyung-huyung dalam arti bahwa itu terus menerus antara tingkat. Berkelanjutan secara horizontal, di lain pihak, berarti pengembangan kurikulum pada jenjang dan jenjang/kelas pendidikan yang sama dapat diartikan sebagai pengembangan yang tidak terputus dan holistik.
3. Prinsip Fleksibilitas
Peran kurikulum harus memahami bahwa kurikulum harus mampu beradaptasi dengan keadaan dan kondisi setempat serta perkembangan zaman yang terus berubah, tanpa mengubah tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
4. Evaluasi
Penilaian adalah bagian keempat dari kurikulum, mungkin bagian yang paling tidak penting dari kegiatan tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk mengevaluasi hasil belajar siswa (hasil dan proses) dan keefektifan kurikulum dan pembelajaran.
Model-model Pengembangan Kurikulum
Berikut ini merupakan beberapa model pengembangan kurikulum:1. Model Administratif (line-staff)
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan mungkin paling dikenal. Model pengembangan kurikulum ini didasarkan pada pendekatan top-down, yang dianggap efektif dalam melaksanakan perubahan, termasuk perubahan kurikulum.
2. Model Grass-Roots
Model pengembangan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model kepemimpinan yang terlihat pada sumber inisiatif dan kerja pengembangan kurikulum. Model dasarnya adalah dari bawah ke atas. Model ini diterapkan pada sistem pendidikan yang kurikulumnya terdesentralisasi atau menawarkan peluang untuk desentralisasi.
3. Model Beauchamp
Dalam pengembangan kurikulum, model Beauchamp memiliki lima bagian penting. Lima tahapan pengambilan keputusan tersebut adalah:
a. Penetapan arena pengembangan kurikulum
b. Seleksi dan pelibatan personel pengembangan kurikulum
c. Organisasi dan tata cara pengembangan kurikulum
d. Pelaksanaan kurikulum
e. Evaluasi kurikulum
4. Model arah terbalik taba (taba’s inverted model)
Sesuai dengan namanya, model pengembanagn kurikulum ini terbalik dari yang lazim dilaksanakan, yakni dari yang biasa yang dilakukan. Model taba, pengembanag kurikulum yang dilaksankana dengan lima langkah:
a. Membuat unit-unit percobaan
b. Menguji unit-unit eksperimen
c. Merevisi dan mengkonsolidasi
d. Mengembangkan jaringan kerja
e. Memasang dan mendeseminasi unit-unit baru
5. Model rogers
Rogers lebih mementingkan kegiatan pengembangan kurikulum dari pada rancangan pengembangan kurikulum tertulis, yakni melalui aktivitas dan interaksi dalam pengalaman kelompok intensif yang terpilih pembelajaran.
Comments
Post a Comment